Batu
batu apa yang kalau di dudukin bikin susah berdiri?
Batu
kena kutukan!
Salah!
Batu
Ginjal!
Salah!
Uhuk
uhuk! Batu pak haji?
Itu
batuk -_-
Jawabannya
adalah Batu Cangghe.
Apaan
tuh Batu Cangghe?
Lu
nggak tau? Nggak tau Batu Cangghe? Oh mamen... sini sini sama om
Emang
om tau?
Nggak
sih hahaha
#plak
#plak #plak
Ini adalah
spot terakhir yang akan menutup perjalanan kami di Pulau Giliyang. Dan berikut adalah penyambutan dari Batu Cangghe, Giliyang. Spesial ~
Batu Cangghe - Giliyang |
Untuk mencapai spot ini kami harus ‘tracking’ menyusuri perkebunan warga. Pohon-pohon sih ada, hanya saja karena mungkin belum hujan jadi daunnya masih minimalis. Sehingga panas pun sangat terasa nikmatnya.
Setelah
‘tracking’ kami masih harus menuruni tangga ‘apa adanya’ yang terbuat dari bambu.
Ya, sangat apa adanya. Tapi view di belakangnya ... bukan main...
Dan disinilah
kami. Batu Cangghe, Giliyang – Sumenep – Madura.
Batu
Cangghe ini merupakan sebuah cekungan tebing yang terbentuk secara alami, dan
ada sebuah batu yang berfungsi sebagai penyanggah. Jika diumpamakan sebuah
bangunan, Batu Cangghe ini merupakan sebuah gardu yang semua bahan penyusunnya
adalah batuan. Termasuk juga tiang penyanggahnya.
Nama
Cangghe sendiri terinspirasi dari batu yang menjadi penyanggah ini. “Cangghe”
merupakan bahasa Madura yang artinya penyanggah. Begitulah ceritanya.
ini bukan penampakan lho ya... namanya @panggilden |
Seperti gardu pada umumnya, tempat ini sangat nyaman untuk tempat bersantai. Dengan posisi yang langsung menghadap ke lautan biru Madura, benar-benar susah buat berdiri kalo udah terlanjur duduk disini.
Overall
ini adalah tempat terbaik versi Choirul Anam Nasrudin di Pulau Giliyang.
Aku nggak
mau cerita banyak-banyak sih, silahkan nilai sendiri berdasarkan foto-foto
diatas. Atau kalau masih nggak percaya, silahkan datang langsung ke Giliyang! Hahaha.
Hati-hati nggak mau pulang tapi.
Dan...
karena ini serial terakhir dari Perjalanan Ujung Pulau. Aku bakal ngasih pesan
dan kesan selama mengitari Giliiyang. Yah siapa tau aja nggak sengaja
dibaca sama pengelola pariwisata disana haha.
Kesan
Sangat keren,
indah, gokil, mempesona, yah seperti itulah pokoknya. Kalo masalah eksotisme
alamnya, awesome-nya, alaminya, nggak kalah sama daerah yang dibilang surga
itu. Disini, di Madura yang katanya gersang, asin, kasar! Masih ada serpihan
surga diantara semua itu.
Great!
Pesan
Mohon untuk
ditambah lagi dalam hal fasilitas umum. Seperti tempat ibadah, tempat makan
mungkin, dan yang paling penting toilet. Bagaimanapun keberadaan fasilitas
tersebut sangatlah penting! *terutama bagi toiletman sepertiku*. Selama
berkeliling ke tempat-tempat wisata tadi, aku hanya menemukan satu toilet yang ‘sepertinya’
toilet umum. Di spot sebelum menuju Gua Mahakarya tadi.
Lalu kepada
warga sekitar harap diperhatikan lagi, jangan sampai ada tangan-tangan jahil
yang merusak tempat-tempat tersebut. Tempat keren itu punya kalian, kelolalah,
manfaatkanlah, dan jagalah. Yang akan merasakan hasilnya toh juga kalian
sendiri.
Udah kepanjangan
kayaknya nih. Haha
Untuk yang
terakhir aku pesen, kepada kalian yang hendak mengunjungi pulau Giliyang,
dimohon untuk tetap ikut menjaga juga. Pada dasarnya semua yang diberikan alam,
adalah untuk kita nikmati dan jaga bersama. Bukan untuk merusak hanya semata
karna pengen eksis belaka!
So guys...mmmm...
*ceritanya
mau buat kata-kata mutiara tapi nge-blank*
Kalau mau
ke Giliyang, hati-hati. Suka bikin lupa jalan pulang!
Haha
Kecup manja
dari madura ~
#cuih
-END-
0 komentar:
Posting Komentar